PENGKAJIAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN FUNGSI KARDIOVASKULER
Yang perlu diungkap dalam wawancara yaitu :
1.
Keluhan
utama : menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga
ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara lain : sesak nafas, batuk lendir
atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah dll.
2. Riwayat penyakit sekarang : menanyakan
tentang perjalanan tentang timbul keluhan sehingga klien meminta pertolongan.
Misalnya : sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan
tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali
keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadan
apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi
keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut,
dll.
3. Riwayat penyakit terdahulu : menanyakan
tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Misalnya : apakah
klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami
sakit yang berat, dsb.
4. Riwayat keluarga : menanyakan
tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
5. Riwayat pekerjaan : menanyakan situasi tempat bekerja
dan lingkungannya.
6. Riwayat geografi : menanyakan
lingkungan tempat tinggalnya.
7. Riwayat allergi :
menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan, debu dan obat.
8. Kebiasaan social : menanyakan
kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alcohol atau obat tertentu.
9. Kebiasaan merokok : menanyakan
tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari dan
jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, maka data biography juga
merupakan data yang perlu diketahui, yaitu : Nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, suku dan agama yang dianut oleh klien.
B. Pemeriksaan Fisik Sistem
Kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah
sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan
tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam
medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah
proses dari seorang ahli medis yang memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang
berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah.
1. Pemeriksaan kepala dan leher
·
Bentuk mukan: bulat, lonjong dll
·
Ekspresi tampak sesak, gelisah, kesakitan
·
Tes syaraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi
untuk memeriksa nervus V, VII
·
Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan TF,
TGA, dll
ü Ptechie
(perdarahan bawah kulit/selaput lendir) pada endokarditis bacterial
ü Kuning
(ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dll.
ü Arkus
senilis (garis melingkar putih/abu-abu ditepi kornea) berhubungan dengan
peningkatan kolesterol/penyakit jantung koroner
ü Berhubungan
dengan tirotosikosis
ü Lateral
(N. VII), medial (N.III), bawah nasal (N.IV), atas (N.III), dll.
ü Kapas
disentuhkan pada kornea, maka mata akan terpejam (N.V)
ü Yaitu
pemeriksaan fundus mata dengan opthalmoscop untuk menilai kondisi pembuluh
darah retina pada penderita hipertensi.
d.
Tekanan Vena Jugularis (jugular Venous Pressure)
Penderita dalam posisi berbaring
setengah duduk, kemudian diperhatikan :
·
Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa
diraba, tetapi bisa dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium),
gelombang c (awal kontraksi ventrikel-katup tricuspid menutup), gelombang v (
pengisian atrium-katup tricuspid masih menutup).
·
Pengembungan Vena, normal setinggi manubrium sterni.
·
Bila lebih tinggi daripada itu maka berarti tekanan
hidrostatik atrium kanan meningkat, misalnya pada gagal jantung kanan.
ü Berdenyut
keras seperti berdansa (pada insufisiensi katup aorta)
ü Paling
tepat untuk memeriksa sirkulasi pada henti jantung
ü Perlu
dibandingkan kiri dan kanan, untuk mengetahui adanya penyempitan pembuluh darah
di daerah itu.
Bising (bruit)
pada penyempitan arteri karotis, penyempitan katup aorta.
Tengadah
sedikit, telan ludah, teliti bentuk dan simetrisnya.
Jari
telunjuk dan tengah kedua tangan ditempatkan pada kedua sisi isthmus, pemeriksa
berada dibelakang penderita. Jari tengah dan telunjuk meraba trakea dari atas
kebawah, mulai dari tulang krikoid, kemudian meraba-raba kesamping mulai dari
garis tengah trakea setinggi isthmus.
Teliti :
bentuk, konsistensi, dan ukurannya.
Bising
pada kelenjar tiroid menunjukkan vaskularisasi yang meningkat, disebabkan oleh
hiperfungsi.
Pemeriksa
berdiri disamping kanan penderita, tempelkan jari tengah pada bagian bawah
trakea. Pada perabaan keatas, kebawah dan kesamping, kedudukan trakea dapatlah
ditentukan apakah ditengah, bergeser kekanan/kiri. Bila pada tiap denyut
jantung trakea terasa tertarik kebawah (tanda oliver), kemungkinan ad aneurisma
aorta atau tumor mediastinum.
2. Pemeriksaan fisik jantung
Paling
jauh disisi kanan (2 cm disebelah kanan tepi sternum, setinggi sendi kosto
sternalis ke 3 – 6).
Menempati
sebagian besar dari proyeksi jantung pada permukaan dada. Batas bawah adalah
garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke 6 dengan apeks jantung.
Tak begitu
tampak dari depan. Daerah tepi kiri atas 1,5 cm merupakan daerah ventrikel kiri
jantung merupakan garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kosto
sternalis ke 2 sebelah kiri.
Letaknya
paling posterior, tak terlihat dari depan kecuali sebagian kecil saja yang
terletak di belakang kostosternalis kiri ke 2.
a.
Inspeksi (periksa pandang)
-
Denyut pada apeks jantung
ü Normal
kedua belah dada simetris
ü Bila
cekung / cembung sesisi berarti ada ppnyakit jantung / paru sesisi
Pada perikarditis menahun,
fibrosis / atelektasis paru, skoliosis, kifoskoliosis, akibat beban yang
menekan dinding dada (pemahat, tukang kayu, dll.)
Pada pembesaran jantung, efusi
perikard, efusi fleura, tumor paru, tumor mediastinum, skoliosis, atau
kifoskoliosis. Penonjolan akibat efusi fleura/ perikard merupakan penonjolan
daerah intern kostalis. Penonjolan akibat kelainan jantung menahun / bawaan
merupakan penonjolan iga.
Dilakukan
inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi
sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada
stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
Memperhatikan
bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan
asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan
dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Mencari pungtum
maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung,
sehingga pungtum maksimumnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada
penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada
inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran
ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan
berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan
memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan
menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan
pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan denyut
jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme,
anemia, demam.
·
Denyut di apeks jantung (ictus cordis)
Pada
umumnya denyut jantung tampak didaerah apeks. Pemeriksaan dilakukan sambil
penderita berbaring atau duduk dengan sedikit membungkuk. Normal dewasa :
terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2 – 3 cm dari garis mid klavikularis.
Daerah yang berdenyut seluas kuku ibu jari. Normal anak : terletak diruang sela
iga ke 4 kiri. Bila denyut berada di belakang tulang iga payudara besar,
dinding toraks tebal, emfisema, efusi perikard maka denyut terseebut tak tampak.
Denyut
apeks tergeser ke samping kiri pada keadaan patologis, misalnya : penyakit
jantung, skoliosis/kifoskoliosis, efusi fleura, pneumothorak, tumor
mediastinum, abdomen membuncit (asites, hamil, dll.)
ü Timbul
denyutan di sela iga 2 kanan aneurisme aorta.
ü Timbul
denyutan di sela iga 2 kiri :dilatasi arteri pulmonalis (PDA, aneurisme a.
pulmonalis), aneurisme aorta desenden.
Retraksi (tarikan kedalam) di
prekordium seirama dengan systole pada perikarditis adesiva, insufisiensi tricuspid/aorta.
Vena didada dan punggung tak
tampak denyutannya. Yang kelihatan berdenyut hanya vena jugularis interna dan
eksterna.
b. Palpasi (periksa raba)
Pada palpasi jantung, telapak
tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis
(apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang
sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari
apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis
terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada
yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan
normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2.
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung
meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini
daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar. Getaranan bising yang
ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil
berupa getaran bising di sela iga kiri sternum
·
Teliti denyutan dan getaran (thrill) di prekordium
·
Teliti pergerakan trakea
Normal di sela iga ke 5 (2-3 cm medial garis mid klavikularis). Bisa tak
teraba oleh karena kegemukan, dinding thoraks tebal, emfisema,dll.
Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta /
mitral
Sedikit meningkat pada hipertensi dan stenosis aorta.
Bising jantung yang keras (derajat IV/6 atau lebih) akan teraba sebagai
getaran pada palpasi.
Lokasi di sela iga 2 kiri sternum, misalnya pada pulmonal stenosis.
Lokasi di sela iga 4 kiri sternum misalnya pada Ventrikular Septal
Depect.
Lokasi di sela-sela iga 2 kanan sternum (basis) misalnya pada Aortik
stenosis
Lokasi di apeks - diastole : pada
Mitral Stenosis, sistol : Mitral Insufisiensi.
Getaran tersebut lebih mudah diraba bila penderita
membungkuk kedepan, dengan napas ditahan waktu ekspirasi, kecuali getaran MS
yang lebih mudah teraba bila penderita berbaring pada sisi kiri.
Anatomi trakea berhubungan dengan
arkus aorta, karenanya trakea perlu diperiksa. Pada aneurisma aorta denyutnya
akan menjalar ke trakea, dan denyutan ini dapat diraba.
Cara : pemeriksa berdiri
dibelakang penderita dan kedua jari telunjuk diletakkan pada trakea sedikit
dibawah krikoid. Kemudian larings dan trakea diangkat ke atas oleh kedua
telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta, tiap kali jantung berdenyut terasa oleh
kedua jari telunjuk bahwa trakea dan laring tertarik ke bawah.
c.
Perkusi (periksa ketuk)
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal
terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak
jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan
gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar
kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser
ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III
pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal
jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut,
perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi
aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri
menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan
dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan
dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang
pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut
sukar ditentukan.
d.
Auskultasi (periksa bunyi)
Auskultasi ialah merupakan cara
pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang
ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodinamik darah
dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah
stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece. Macam-macam ches
piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi
dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar
bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
a)
Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya
getaran.
b)
Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo
gelombang suara.
c)
Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu
jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi
komponen-komponen bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi
dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal
sebagai desiran atau bising jantung
Waktu
kedua atrium kontraksi darah dialirkan ke dua ventrikel, disebelah kanan
melewati katup tricuspid, sedang disebelah kiri melewati katup mitral. Kemudian
kedua ventrikel berkontraksi dan darah dipindahkan dari ventrikel kanan ke a.
pulmonalis, sedang dari ventrikel kiri ke aorta. Permulaan kontraksi ventrikel
(sistolik) terjadi waktu katup mitral dan tricuspid menutup, dimana kedua katup
ini terbuka selama atrium berkontraksi. Permulaan relaksasi ventrikel
(diastole) terjadi waktu katup aorta dan pulmonal menutup, yang selama
ventrikel berkontraksi tetap terbuka.
Arteri
karotis berdenyut segera setelah sistolik ventrikel, kemudian disusul oleh
denyutan a. radialis. Jadi hendaknya denyut a. karotis yang dijadikan pegangan
untuk menentukan sistolik ventrikel.
Persambungan
iga 3 kiri dengan sternum
Pada
sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada katup pulmonal.
Pada
sternum, dekat batas atas sendi antara iga 4 dengan sternum.
Pada sternum (arah menyilang
sternum), sesuai garis penghubung proyeksi katup mitral dengan sendi antara
sternum dengan iga kanan ke 5.
Bila ada kelainan jantung proyeksi
katup berpindah, misalnya stenosis mitral maka katup mitral bergerak ke kiri
bawah.
Proyeksi katup bukan menunjukkan
tempat bunyi jantung yang terdengar paling keras, meskipun bunyi – bunyi
jantung di bangkitkan di sekitar katup - katup jantung.
Bunyi jantung dibangkitkan oleh kattup :
Mitral :
paling jelas terdengar di apeks
Trikuspid
: di sternum dekat sendi sternum sela iga 5 kanan
Aorta :
pada sendi antara sternum sela iga 2 kanan / apeks
Pulmonal :
pada sela iga 2 kiri dekat tepi sternum
Sebelumnya kita harus mengetahui
bahwa stethoscope terdiri dari 2 bagian yakni bell dan diapragma. Kualitas
stetoskope yang baik mempunyai dua saluran terpisah yang menghubungkan bagian
kepala stetoskope ke masing – masing bagian telinga.
Untuk mendengarkan suara yang
nadanya rendah. Misalnya BJ 3, BJ 4, bising mid diastole mitral / tricuspid.
Tempelkan
dengan penekanan yang ringan saja pada dinding dada.
Merupakan kepala yang bermembran,
digunakan untuk mendengarkan suara yang nadanya tinggi, misalnya bunyi jantung
1 dan 2, OS (opening snap), bunyi ejeksi (ejection sound), pericardial friction
rub, bising sistolik dan awal sistolik.
1)
BJ 1 dan BJ 2 yang normal
2)
Belajar memusatkan pendengaran pada BJ 1 dan BJ 2
sendiri – sendiri, sehingga dapat dibedakan apakah bunyi itu terdengar sebagai
satu suara atau terpisah.
3)
terganggu oleh bunyi jantung
BJ 1 :
ditimbulkan oleh penutupan katup mitral dan tricuspid
BJ 2 :
ditimbulkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonal
Normal BJ 1 lebih keras dari BJ 2,
tetapi BJ 1 nadanya rendah sedang BJ 2 nadanya tinggi.
Intensitas bunyi jantung 1:
·
Mengeras pada
takhikardi oleh karena macam – macam sebab (MS dan lain-lain)
·
Melemah pada
miokarditis, kardiomiopati, infark miokard, efusi perikard, empisema tumor yang
menyelimuti jantung, MI.
Di apeks
(daerah katup mitral) – BJ 1 lebih keras daripada BJ 2.
Didaerah
katup aorta dan pulmonal – BJ 2 lebih keras daripada BJ 1.
Untuk membedakan BJ 1 dan BJ 2 :
·
Perbedaan
intensitas sesuai dengan lokasi tersebut diatas.
·
Singkronisasinya
dengan denyut a. karotis.
Intensitas bunyi jantung 2
BJ 2 mengeras pada hipertensi
sistemik, hipertensi pulmonal. Tetapi keadaan dinding dan arus aliran darah
dalam arteri bersangkutan ikut menentukan. Bila dinding lentur dan arus aliran
darah ke a. pulmonalis tak deras oleh karena stenosis, maka BJ 2 dapat melemah
meskipun ada hipertensi.
BJ 3 dan
BJ 4 yang fisiologik :
BJ 3 : terdengar samar-samar pada
awal fase diastolic (BJ 2) – normal pada orang muda, karena getaran pada
otot-otot dan korda tendine katup mitral/tricuspid waktu ventrikel terisi darah
yang deras.
BJ 4 : Umumnya tak terdengar.
Letaknya pada akhir fase diastolic
(presistolik), jadi sesaat sebelum BJ 1, timbul diantara gelombang P dan
kompleks QRS dan disebabkan oleh kontraksi otot atrium.
BJ 1 oleh karena penutupan Mitral
dan Trikuspid; BJ 2 oleh karena penutupan katup aorta dan pulmonal. Bila ada
selisih waktu yang cukup lama antara penutupan kedua katup yang bersangkutan,
maka BJ 1 dan BJ 2 terdengar terpisah.
2. Pemeriksaan fisik vaskuler (pembuluh
darah)
Pemeriksaan sistem vaskuler (pembuluh darah)
mencakup pengukuran tekanan darah dan pengkajian yang menyeluruh terhadap
integritas sistem vaskuler perifer.
Pemeriksaan vaskuler meliputi :
d.
Arteri dan Vena Perifer
a.
Pemeriksaan Tekanan Darah
Pengkajian
tekanan darah berpengaruh pada penegakan diagnosis, karena itu perawat perlu
lebih spesifik mengetahui pemeriksaan tekanan darah. Perawat mengauskultasi
tekanan darah pada arteri brakealis di kedua lengan. Kebanyakan pemeriksa
menggunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi tekanan darah tapi bel
lebih efektif menghantarkan bunyi korotkoff bernada rendah. Pembacaan antara
kedua lengan bervariasi sebanyak 10 mmhg dan cenderung lebih tinggi pada lengan
kanan catat selalu pembacaan yang lebih tinggi. Pembacaan sistyolik yang
berbeda 15 mmhg atau lebih menunjukkan adanya ateros klerosis atau penyakit
aorta.
Perawat juga
membandingkan tekanan darah pada klien dengan posisi berbaring, posisi duduk
atau berdiri. Biasanya pada saat klien berubah posisi dari terlentang ke
berdiri terdapat sedikit penurunan pada tekanan sistolik dan sedikit
peningkatan pada tekanana diastolic. Penurunan tekanana sistolik lebih dari 15
mmhg menunjikkan adanya hipotensi postural. Klien yang paling berisiko adalah
mereka yang baru saja mendonorkan darah, menderita penyakit system saraf
otonom, atau tirah baring dalam waktu lama.
Teknik
pemeriksaan meliputi hal-hal di bawah ini :
·
Palpasi
Cara palpasi dapat dilakukan sebagai berikut :
ü Hanya untuk
mengukur tekanan sistolik.
ü Manset
Spigmomanometer yang dipasang di atas siku tangan
ü Lengan
dipompa dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi di pergelangan tangan
tidak teraba lagi, kemudian tekanan di dalam manset diturunkan.
ü Amati tekanan
dalam spigmomanometer
ü Waktu
denyut nadi teraba pertama kali, bacalah tekanan dalam spigmomanometer, tekanan
ini adalah tekanan sistolik
ü Manset
spigmomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop diletakkan pada arteri
brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah manset spigmomanometer.
ü Sambil
mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan
memompa sampai nadi tidak terdengar lagi, kemudian tekanan di dalam spigmomanometer
diturunkan pelan-pelan.
ü Pada saat
denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan yang tercantum dalam
spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
ü Suara
denyut nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar sekeras itu
sampai saat denyutannya melemah kemudian menghilang sama sekali. Pada saat
suara denyutan yang keras itu menghilang, kita baca lagi tekanan dalam
spigmomanometer, tekanan itu adalah tekanan diastolik.
ü Tekanan
darah diukur saat klien berbaring,. Pada kliern hipertensi perlu juga diukur
tekanan darah saat berdiri.
ü Kadang-kadang
dijumpai masa bisu (auscultatory gap), yaitu suatu masa dimana denyutan nadi
tidak terdengar saat tekanan spigmomanometer diturunkan. Misalnya denyut petama
erdengar pada tekanan 220 mmHg, suara denyut nadi berikutnya baru terdengar
pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu pada tekanan pada 220-150 mmHg.
Gejala ini sering ditemukan pada klien hipertensi yang belum diketahui
penyebabnya.
Arteri
karotis mencerminkan fungsi jantung dengan lebih baik dibandingkan arteri
perifer karena posisinya dekat dengan jantung dan oleh karena itu tekanannya
berhubungan dengan yang ada di aorta. Arteri karotis menyuplai darah yang
teroksigenasi kekepala dan leher ,dan dilindungi oleh otot-otot
sternokleidomastoideus. Untuk memeriksa arteri karotid, perawat memeinta klien
duduk atau berbaring telentang dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30
derajat.
Pemeriksaan pada arteri karotis
meliputi:
Arteri karotis tidak hanya mudah
di palpasi , yaitu pada bagian medial otot-otot sternomastoideus. Arteri ini
juga memberikan banyak sekali informasi mengenai bentuk gelombang denyut aorta
yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan jantung.
·
Auskultasi
Bising ( bruit ) pada penyempitan arteri karotis menandakan adanya penyempitan
katup aorta
Vena yang
paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna dan eksterna di leher.
Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan leher ke dalam vena kava
superior. Jugularis ekterna terdapat di permukaan dan dapat dilihat tepat di
atas klavikula. Jugularis interna terletak lebih dalam sepanjang arteri
karotid. Normalnya pada saat klien berbaring pada posisi terlentang, vena
jugularis eksterna terdistensi sehinnga menjadi mudah dilihat. Sebaliknya, vena
jugularis biasana tenggelam pada saat klien berada pada posisi duduk. Tetapi,
klien dengan penyakit jantung dapat mengalami distensi vena jugularis pada saat
duduk.
Gambar: cara menentukan JVP (Jugular
Venous Pressure=Tekanan Vena leher). Tinggi bendungan ditarik garis datar
sehingga terbaca angka pada penggaris kemudian ditambah 5 cm maka ketemulah
tekanan atrium kanan (cmH2O). (courtesy: Jennifer A. Taylor)
d.
Pemeriksaan Arteri dan Vena Perifer
Untuk
memeriksa sistem perifer, perawat terlebih dahulu mengkaji keadekuatan aliran
darah dan ekstremitas dengan mengukur denyut arteri dan menginspeksi kondisi
kulit dan kuku.
Pada
pemeriksaan arteri perifer yang di periksa, antara lain :
·
Nadi tibialis posterior
Ulnar
and radialis artery
Pada pemeriksaan vena perifer, perawat perlu
mengkaji status vena perifer dengan meminta klien duduk dan berdiri. Pengkajian
mencakup inspeksi dan palpasi adanya varises, edema perifer dan flebitis.
Varises adalah vena supervisialis yang mengalami dilatasi, terutama pada saat
tungkai berada pada posisi menggantung. Edema perifer di sekitar area kaki dan
pergelangan kaki dapat menjadi tanda insufisiensi vena dan gagal jantung kanan.
Flebitis adalah inflamasi vena yang umumnya terjadi setelah trauma pada dinding
pembuluh darah, infeksi, imobili yang lama, dan insersi kateter intravena
jangka panjang.
1. Guyton and Hall. 2000.
Medical Physiology. W.B.Saunders Company : New York
2. Lande, Rante dan J.M.
Ch. Pelupessy , ___, Bunyi Jantung, Cermin dunia Kedokteran,
3. www.google.com,
diakses pada tanggal 2 November 2008.
4. Moehadsjah, O. K. dkk.
2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Rogers, James. 2000. Cardiovascular
Physiology.
6. http://www.nda.ox.ac.uk,
diakses pada tanggal 2 November 2008.
7. Bianco, Carl. 2000.
How Your Heart Works.
8. www.howstuffworks.com,
diakses pada tanggal 6 November 2008
9. Wikipedia Indinesia.
2008. Jantung.
10. http://id.wikipedia.org,
diakses pada tanggal 2 november 2008.
11. Medicine and linux.
2008. Pemeriksaan Jantung.
12. http://medlinux.blogspot.com,
diakses pada tanggal 6 november 2008
13. Ph.D, Klabunde,
Richard. 2007. Cardiovascular Physiology Concepts.
14. http://www.cvphysiology.com,
diakses pada tanggal 6 November 2008.
15. Heni Rokhaeni, SMIP,
CCRN, dkk. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler : Pusat Kesehatan Jantung dan
pembuluh Daeah Nasional “Harapan Kita”, edisi pertama, Jakarta 2001.